Musibah Kecantikan yang
tidak “Halal”
Kosmetika hampir
tidak bisa dipisahkan dari kaum wanita. Tawaran untuk membuat diri menjadi
cantik dan menarik merupakan janji yang selalu ditawarkan oleh produsen
kosmetika. Kulit putih mulus, rambut hitam lurus panjang berkilau, badan
langsing dan awet muda adalah gambaran ideal seorang wanita yang dibentuk di
media massa. Permasalahan yang sering dihadapai oleh konsumen adalah
ketidakcocokan terhadap bahan kosmetika yang digunakannya. Ketidakcocokan ini
dapat diakibatkan oleh faktor alergi atau karena adanya penggunaan bahan-bahan
berbahaya. Belum lama ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan
hasil temuan penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam kosmetika yang diantaranya
mencakup penggunaan bahan merkuri, hidrokuinon, zat pewarna rhodamin
B dan merah K3. Efek dari penggunaan bahan-bahan tersebut sanagt bervariasi
dari yang hanya memberikan efek iritasi ringan hingga meyebabkan kerusakan
organ-organ tubuh tertentu.
Menggunakan organ tubuh
seperti ari-ari dan air seni untuk kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah
haram hukumnya. Hal itu dikemukakan wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Jawa Tengah DR. H. Abdullah Salim MA, di Semarang, menanggapi adanya pertanyaan
dari warga kota Semarang yang menanyakan masalah status hukum meminum air seni
dengan dalih untuk pengobatan.
Menurut Abdullah Salim,
berdasarkan keputusan Fatwa Munas VI MUI Nomor: 2/Munas VI/MUI/2000, tanggal 30
Juli 2000, tentang pengggunaan organ tubuh, ari-ari dan air seni bagi
kepentingan obat-obatan dan kosmetika adalah haram.
Musyawarah Nasional VI
Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-27 Rabi'ul Akhir 1421
H/ 25-29 Juli 2000 M dan membahas tentang penggunaan organ tubuh, ari-ari dan
air seni manusia bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika, setelah Menimbang:
a.
Bahwa sejumlah obat-obatan
dan kosmetika diketahui mengandung unsur atau bahan yang berasal dari organ
(bagian) tubuh atau ari-ari (tembuni) manusia;
b.
Bahwa menurut sebagian
dokter, urine (air seni) manusia dapat menjadi obat (menyembuhkan) sejumlah
jenis penyakit;
c.
Bahwa masyarakat sangat
memerlukan penjelasan tentang hokum menggunakan obat-obatan dan kosmetika
seperti dimaksudkan di atas;
d.
Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk
menetapkan fatwa tentang hukum dimaksud untuk dijadikan pedoman.
Keharaman
memanfaatkan barang najis ini sesuai dengan pendapat sebagian ulama yang
menjelaskan :
قال الزّهريّ لايحلّ شرب بول الناس لشدّة تنزل لانه رجس قال الله تعال (أحل
لكم الطيبت. المائدة) وقال ابن مسعود فى السكر ان الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم
عليكم (رواه البخاري)
“Imam Zuhri berkata, “Tidak halal meminum air seni manusia karena suatu penyakit yang diderita, sebab itu adalah najis, Allah berfirman: “…Dihalalkan bagi kamu yang baik-baik…” (QS. Al-Ma’idah [5]: 5}”; dan Ibnu Mas’ud (w.32) berkata tentang sakar (minuman keras), “Allah tidak menjadikan obatmu pada sesuatu yang diharamkan atasmu” (Riwayat Al-Bukhari).
Hal ini
sesuai dengan kaidah fiqh :
الضرورات تبيح المحظورات
“Darurat
itu membolehkan sesuatu yang dilarang.”
Akan tetapi,
kebolehan memakai obat itu tentunya harus sesuai kebutuhan. Tidak boleh
melebihi kadarnya. Artinya, jika penggunaan obat itu dihentikan si pasien sudah
tidak lagi dalam keadaan dlorurot tadi. Hal ini mengingat kaidah bahwa “sesuatu
yang dibolehkan karena dlorurot dikembalikan pada kadarnya (secukupnya).”
Para ulama
mengatakan bahwa pengobatan dengan sesuatu yang najis tidak diperbolehkan
kecuali darurat (terpaksa). Adapun ketika dalam keadaan banyak pilihan, banyak
tersedia obat yang halal maka hal itu tidaklah dibolehkan. Namun MUI dalam hal
ini telah mempertegas akan keharaman menggunkan organ tubuh manusia sebagai
obat-obatan. Dalam fatwa yang diputuskan pada tanggal 30 juli tahun
2000 tersebut mengatakan, bahwa segala macam bentuk obat-obatan yang terbuat
dari organ tubuh manusia hukumnya haram.
{وَمَا مِنْ
دآبَّةٍ فِي اْلاَرْضِ وَلاَ طآئِرٍ تَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ اِلاَّ اُمَمٌ
اَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي
الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ ِالَـىرَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ } -الأنعام : 38-
Tak ada satupun dari binatang yang merayap di bumi, dan
tidak ada satupun burung yang terbang dengan dua sayapnya, melainkan adalah
mereka umat-umat seperti kamu . Tidak Kami luputkan dalam kitab itu sesuatu,
kemudian kepada Tuhan merekalah mereka akan dikumpulkan. (Q.S. Al An'am : 38).
Badan dan nyawa manusia bukan milik dirinya, melainkan
milik Allah swt. Orang yang sakit dan tidak ada harapan sembuh kembali haram
dibunuh dan bunuh diri. Walaupun badan manusia yang sudah dicabut ruhnya tidak
merasakan sakit tetapi haram dimanfaatkan untuk apapun dan dengan cara
bagaimanapun. Badan manusia yang telah mati akan membusuk dan hancur, namun
tidak dapat dikatakan daripada busuk dan hancur lebih baik dimanfaatkan. Tubuh
mayit dan anggotanya wajib diperlakukan dengan baik dan santun sebagaimana
terhadap tubuh dan anggota yang masih hidup.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا.
Dari Aisyah ia berkata, “Rasulullah saw.
telah bersabda, ’Menggangu tulang mayit adalah seperti mengganggunya ketika
hidupnya’.” H.R. Ibnu Majah, Abu Daud, Al Baihaqi, dan Ahmad. - Lihat,
Sunan Ibnu Majah II:278; Sunan Abu Daud III:81, As Sunanul Kubra IV:58; Al
Musnad X:9.
Didalam sebuah riwayat disebutkan pernah terjadi suatu
peristiwa
عَنْ جَابِرٍ t قَالَ : خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ص فِي
جَنَازَةٍ فَجَلَسَ النَّبِيُّ ص عَلَى شَفِيرَةِ الْقَبْرِ وَجَلَسْنَا مَعَهُ
فَأخْرَجَ الُحُفَّارُ عَظْمًا سَا قًا
أَوْ عَضُدًا فَذَهَبَ لِيَكْسِرَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص : لاَ
تَكْسِرْه فَإِنَّ كَسْرَكَ إِيَّاهُ مَيِّتًا كَكَسْرِكَ
إِيَّاهُ حَيًّا وَلكِنْ دَسَّهُ بِجَانِبِ الْقَبْرِ.
Dari Jabir r.a. ia telah berkata, ”Kami
pernah keluar bersama Rasulullah (untuk mengantarkan) jenazah, kemudian Nabi
saw. duduk di pinggir kuburan dan kami pun duduk bersamanya. Lalu tukang gali
mengeluarkan tulang betis dan lengan (dari kuburan), ia akan mematahkannya.
Rasulullah saw. bersabda,”Jangan engkau pecahkan tulang itu! Karena kamu
mematahkan tulang yang sudah mati,
seperti kamu mematahkannya ketika hidup. Kuburlah ia di samping kuburan
itu”. - Bulughul Amani VIII:80; Aunul Ma’bud IX:24 -
Dalam sebuah keluarga anak-anaknya menjadi ahli
obat-obatan dan kosmetik, lalu mempergunakan potongan anggota tubuh ibunya
sebagai bahan obat-obatan dan kosmetik, akan bersediakah ia mempercantik
dirinya dengan kosmetik tersebut padahal Nabi saw. Bersabda:
لاَ تَسُبُّوا اْلاَمْوَاتَ
فَتُؤْذُوا اْلاَحْيَاءَ-الترمذي-
Jangan mencaci maki orang-orang yang sudah mati, sebab
hal itu menyakitkan yang hidup. H.R. At Tirmidzi, Sunan at Tirmidzi 4 : 310.
Saran
1. Dalam memilih dan menggunakan kosmetika, hendaklah
berhati-hati kita sebagai wanita harus melihat terlebih dahulu halal haramnya dan
bahan-bahan pembuat kosmetika tersebut;
2. Jika kita tidak memahami istilah-istilah untuk
bahan-bahan pembuat kosmetika, sebaiknya dikonsultasikan dengan para ahlinya;
3. Menggunakan kosmetik yang mengandung bahan yang haram,
berarti kegiatan ibadah kita juga menjadi tidak afdol. Sehingga sebaiknya
gunakanlah kosmetik yang menggunakan bahan-bahan yang halal.